twitter
rss

Jakarta, 30 September 2015

Sudah satu bulan aku berada di Ibukota, Jakarta. Ga perna kebayang sebelumnya harus berada disini dan menghindari untuk menetap disini. Namun langkah kaki akhirnya mengarah kesini. Selama satu bulan berada disini, sungguh merasakan kebaikan Tuhan, walaupun aku pada awalnya merasa kecewa karena menjadi korban PHP satu sekolah yang menguatkanku untuk berangkat kesini, namun apa daya, prioritas membuatku terlambat berada disini. Sehingga pekerjaan itu diberikan kepada orang lain. Ga masalah, mungkin ini cara Tuhan untuk mengarahkanku kepada rencana yang lain yang lebih baik.
Kehidupan Jakarta ternyata tidak seruwet yang aku bayangkan, walaupun pada tahun 2013 aku pernah kesini, namun ceritanya tentu berbeda jikalau harus menetap disini. Memang semuanya jadi berasa lebih mudah dijalani karena ada Mr D yang senantiasa membantu kalau aku lagi membutuhkan sesuatu. Jadinya ga perlu rempong dan sulit banget buat adaptasi. Dia juga senantiasa sabar menghadapi keudikanku dan kepolosanku yang bertanya ini dan itu. haha..
Dengan segera aku dekat dengan ibu kos, ibu kos yang ramah dan baik hati. Usianya sekitar 70 tahun. Hampir setiap hari beliau memberikanku lauk, terkadang beliau kasi jajanan, buah, oleh-oleh anaknya kalau mereka berkunjung dan banyaaak lagi. Kadang sampai segan gitu tiap hari si ibu datang ke depan kamar kasih makanan. 

Medan, 27 Juli 2015

Syalom Honey..
Bagaimana kabarmu di kejauhan sana?Aku sangat berharap kamu baik-baik saja, masih menikmati setiap aktivitas dan tanggungjawab kamu.
Maafkan aku baru bisa menuliskan suratku yang ke-empat ini, sementara ada banyak hal yang telah kita lalui bersama-sama, selama hampir empat bulan kita resmi menjadi sepasang kekasih. Bersyukur sekali kamu benar-benar sudah membaca surat pertama sampai surat ketigaku dan aku bisa melihat ekspresi sukacita yang mendalam di wajahmu ketika membaca suratku yang awalnya tak bertuan itu. Wahhh, bahagia rasanya bisa melihatmu tersenyum tersipu membaca suratku itu. Lebih bahagia lagi karena surat-suratku selanjutnya sudah memiliki tuan yang wujudnya dapat dipertanggungjawabkan. Aku ga sedang bermimpi lagi kan? 
Aku berharap surat-suratku sebelumnya tidak menjadi beban bagimu, hmm maksudku membuatmu banyak mengoreksi diri, menilai apakah kamu sudah sesuai dengan harapan-harapan dan standar teman hidup yang kubangun selama ini. Aku menyadari bahwa Tuhan lebih tau tipe pria yang kubutuhkan, lebih daripada yang kuinginkan. Dan tenang saja, hampir semua kriteria yang kubutuhkan ada padamu, walaupun dengan versi yang berbeda dengan yang kubayangkan selama ini. Maafkan aku yang terlalu banyak berkhayal dengan idealismeku dalam memilih pasangan hidup.