twitter
rss


Nama saya Erika Hotmaulina Sinaga. Saat ini saya kuliah di Universitas Sumatera Utara Fakultas Psikologi. Saya mendapat tugas dari dosen untuk mata kuliah Pendidikan Anak Pra Sekolah untuk menceritakan masa pra sekolah saya.
Saya dilahirkan di sebuah desa yang bernama Nagasaribu, yang merupakan daerah pertanian yang berada di Kabupaten Simalungun. Saya anak pertama dari empat bersaudara. Sewaktu saya lahir, ayah saya diterima sebagai pegawai negeri dan mama saya bekerja sebagai seorang guru di sebuah SMP swasta di Tongging. Karena ayah saya diangkat menjadi pegawai negeri bertepatan dengan kelahiran saya, ayah selalu menganggap bahwa saya selalu membawa keberuntungan dan masih diyakini beliau sampai saat ini walalupun saya kurang percaya dengan hal itu.
Setelah saya lahir, ayah menyarankan pada ibu untuk berhenti mengajar. Supaya fokus merawat saya yang dulu sering sakit-sakitan. Kondisi ekonomi kami pada saat itu tergolong sederhana dan sampai saat ini juga masih sederhana. Tapi ibu dan ayah selalu memperhatikan asupan gizi untuk saya. Sepanjang usaha mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi saya. Saya teratur minum susu dan juga ayah selalu pergi ke hutan untuk mengambil”hidu”, sejenis hewan kecil yang kandungan proteinnya sangat tinggi. Mereka merawat saya dengan telaten.
Usia saya dengan adik saya yang nomor dua hanya berjarak 1,5 tahun. Karena rentang usia yang sangat dekat itu saya tidak punya kesempatan untuk manja. Karena ibu sibuk mengurusi adik saya yang kebetulan agak rewel. Menurut cerita tetangga saya, saya dimasa bayi adalah anak yang lucu, imut, cerdas, tidak pelit dan periang. Saya tidak akan menolak ketika mereka ingin menggendong saya. Hal ini cukup menguntungkan ibu saya karena beliau tidak perlu repot-repot mengurusi kebutuhan saya. Saya lebih sering berada di rumah tetangga saya yang kebanyakan memiliki anak gadis pada masa itu. Mereka sampai membuat jadwal untuk mengasuh saya. Misalnya hari ini saya seharian di rumah kak Poin, maka besoknya saya akan diasuh oleh kak Hotna. Tetapi kata ibu saya paling betah di rumah kak Hotna, karena beliau sangat telaten dalam mengasuh saya. Saya dimandikan, diberi makan, diajak bermain dan sebagainya.
Tetangga saya yang rumahnya tepat di depan rumah saya juga bercerita bahwa saya dulu sangat ceria. Setiap mereka memanggil saya, maka saya akan tertawa dan berputar-putar dengan riangnya. Mereka semua merasa gemas pada saya.
Tubuh saya cukup mungil saat itu, tidak terlalu gemuk tapi juga tidak terlalu kurus. Mungkin karena pengaruh genetic dan juga penyakit. Saya cenderung lebih mirip dengan ayah saya daripada ibu saya. Ayah saya tidak terlalu tinggi dan berkulit hitam manis, sedangkan ibu saya tinggi dan berkulit putih.
Perkembangan kosakata saya sangat baik. Saya segera lancar berbicara ketika berusia 1 tahun. Tetapi saya belum bisa berjalan sampai usia 1,5 tahun. Padahal saat itu adik saya sudah lahir. Kalau saya bayangkan sepertinya lucu juga ya, seorang anak lancar berbicara tanpa bisa berjalan. Tapi itu juga yang membuat tetangga saya betah mengasuh saya karena saya tidak akan lasak ketika berada di rumah mereka.
Oya, kami juga tinggal bersama dengan nenek yang usianya sudah sangat tua. Kira-kira 80-an ketika saya lahir dan meninggal ketika saya duduk di kelas 1 SMA,tutup usia 102 tahun. Nenek juga berperan dalam pertumbuhan saya. Karena sewaktu saya sakit nenek juga sering merawat saya. Nenek begitu perhatian pada saya walaupun seingat saya kadang saya melawan beliau.
Saya juga mengingat ketika saya dibawa oleh ibu ke ladang, saya adalah anak yang selalu banyak tanya. Semua hal yang kemungkinan saya tanya akan saya tanya. Sampai mereka bingung dengan pertanyaan saya. Di kampung saya, pada saat saya balita belum terlalu memperhatikan pendidikan pra sekolah. Maka dari itu saya juga tidak masuk TK. Saya tidak pernah mengecap pendidikan prasekolah. Saya juga tidak pernah belajar membaca dan menulis sebelum saya masuk SD. Seingat saya, ketika berada di ladang saya sering menulis-nulis di tanah, mencoret-coret. Saya sering membuat garis-garis dan saya bertanya kepada ayah atau ibu saya”ada ga huruf yang bentuknya seperti ini?”. Dan saya akan tersenyum senang ketka ayah/ibu saya menjawab ada huruf yang menyerupai garis yang saya buat. Dan melanjutkan membuat bentuk yang lain dan bertanya kembali.
Sering juga aku di ladang bermain dengan kakak yang dengan senang hati ikut ke ladang kami dan menemani saya bermain. Biasanya ibu saya memberikan jajanan pada mereka sehingga mereka betah bermain dengan saya dan juga adik saya. Dengan begitu ibu saya tidak terganggu bekerja.
Permainan yang sering kami mainkan di kampung misalnya ludo, main batu, main karet, main kelereng, petak umpet, dll. Saya sangat senang bermain dengan mereka walaupun saya masih cukup keci. Ada istilah anak bawang untuk peserta permainan yang masih kecil seperti saya dan biasanya ada keringanan-keringanan untuk anak bawang tersebut.
Karena fisik saya tidak terlalu kuat, seringsekali saya cepat lelah sehingga saya harus berhenti bermain terlebih dahulu. Diantara teman-teman sebaya saya, badan saya adalah yang paling kecil dan mungil. Saya cenderung dilindungi oleh saudara sepupu saya. Sehingga ketika saya bermain, pasti mereka menjaga saya supaya tidak terjatuh, terluka dan diganggu oleh anak lainnya.
Saya juga sangat senang apabila pergi beribadah ke gereja, istilahnya adalah sekolah minggu. Saya sering dibawa oleh kakak tetangga saya. Saya akan berjingkrak-jingkrak kesenangan apabila ibu sedang mempersiapkan kebutuhan saya untuk sekolah minggu. Di sekolah minggu saya bisa bertemu dengan teman-teman sebaya bahkan yang lebih tua dari saya, kami bisa bernyanyi gembira memuji Tuhan dan juga kami bisa bercengkerama satu sama lain. Pada saat iu di kampung kami belum ada gereja, maka kami gereja di kampung sebelah. Lumayan jauh sih, tapi semangat mengalahkan semuanya.
Ketika saya berusia kira-kira 3 tahun, ibu saya mulai membuka usaha toko kelontong. Awalnya sih kecil-kecilan, makin lama makin berkembang hingga saat ini. Dengan adanya toko kelontong, kami menjadi jarang ke ladang. Saya sangat senang karena pada dasarnya saya sangat malas ke ladang karena capek berjalan kaki dan juga di ladang tidak ada hiburan yang menyenangkan.
Dengan adanya toko kelontong itu, saya mulai belajar berhitung, menghapal harga barang yang sederhana. Misalnya permen, kerupuk. Ibu saya bilang saya sangat cerdas dan mampu mengingat beberapa harga barang. Ibu saya sengaja menyuruh saya yang melayani pembeli yang masih sebaya dengan saya supaya saya terbiasa berhitung dari hal-hal yang sederhana. Dengan tujuan supaya saya tidak kesulitan ketika masuk sekolah.
Saya merasa betah menunggui toko kami, jadi ibu saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Kalau ada pembeli, saya akan memanggil ibu saya supaya meladeni pembeli. Demikian setiap harinya sampai terkadang saya merasa bosan juga karena menjadi tidak bebas bermain-main dengan teman sebaya saya. Terkadang saya minta izin pada ibu untuk pergi bermain. Masalahnya adalah abang sepupu yang selalu melarang saya keluar rumah. Dia akan langsung membentak dan menyuruh saya pulang. Terkadang saya sangat kesal karena sedang asyik bermain malah diganggu. Itu demi kebaikan saya juga sih, supaya saya tidak terbiasa pergi jauh-jauh dari rumah. Saya juga banyak belajar tentang persahabatan dengan teman-teman bermain saya di kampung. Bagaimana berinteraksi dalam kelompok, bagaimana bersabar mengahadapi teman yang usil dan lainnya.
Saya juga sering menginap di rumah bibi dan juga nenek saya yaitu ibu dari mama saya. Nenek sangat menyayangi saya, saya dirawat dan disayangi dengan sepenuh hati. Yang pang saya ingat adalah ketika nenek mengunyah makanan yang akan saya makan dan memberinya pada saya. Kasih sayangnya sangat terasa, dan saya juga sangat menyayangi nenek saya. Ladang kami dengan nenek berdekatan, terkadang saya bersembunyi di bawah pohon kopi agar diberi izn menginap di rumah nenek. Tapi seringkali saya tidak mendapat izin dengan alasan adik tidak punya teman bermain.
Hal yang juga saya ingat adalah masalah rambut. Saya sangat menyenangi t=rambut saya yang panjang, tapi ibu saya memaksa saya untuk memotongnya karena saya belum mampu untuk merawatnya sendiri. Jadi ada banyak kutu di rambut saya dan saya juga terlihat berantakan. Ibu saya menyuruh kakak tetangga saya yang memotongnya. Saya malah sebunyi dan mlarikan diri ke halaman rumah orang lain. Dan akhirnya kejar-kejaran pun terjadi, saya lari ke belakangrumah. Tapi karena saya masih kecil saya langsung bisa ditangkap oleh kakak tersebut. saya meronta-ronta karena saya tidak ingin rambut saya dipotong. Tapi apa hendak dikata, saya terlalu kecil untuk melawan. Akhirnya rambut saya dipotong pendek. Saya hanya bisa menangis.
Ketika saya berusia 5 tahun, adik saya yang ketiga lahir. Ibu semakin sibuk aja, tapi saya sudah lebih bisa mandiri. Hal ini yang saya lihat berbeda dengan anak di kota. Anak di kampung cnderung lebih cepat mandiri daripada anak di kota. Aku sering disuruh ibu menjaga adikku supaya tidak menangis. Memberi dia susu, main-main dengannya. Semakin lama aku semakin tidak punya banyak waktu untuk bermain. Sebagai anak pertama aku harus lebih mandiri daripada adikku, walau usiaku masih sangat muda.
Aku juga sering diajak nenek untuk memetik kopi di kebun, karena kopi zaman dulu masih tinggi. Maka aku dan adik memanjat pohonnya dan mengambil buah kopi tersebut. di belakang rumah kami juga ada kebun kopi, saya sering bermain ayunan disana dengan adik dan teman-teman. Kami sangat senang nongkrong disana karena tempatnya sejuk dan banyak pohon-pohon. Di belakang rumah saya juga ada pancuran tempat pemandian umum, saya sering mencuci piring kesana dan juga melihat monyet yang banyak berkeliaran disana. Sungguh masa kecil yang indah.
Demikian pengalaman saya dimasa pra sekolah. Dan dibawah ini beberapa foto saya pada waktu itu.
TUGAS PAPS
DISUSUN OLEH:
Nama : Erika H. Sinaga
NIM : 081301050
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

0 comments: